JAKARTA (Tentang Perjuangan di Tanah Perantauan)

 

JAKARTA (Tentang Perjuangan di Tanah Perantauan)

oleh Adri Matinahoruw

Jaya Raya merupakan moto kota ini, yang jika diartikan dalam bahasa sansekerta mempunyai arti Jaya dan Besar, ya! Layaknya arti moto kota ini, Jakarta memang melekat dengan Jaya dan Besar. Bagaimana tidak?  kota ini merupakan Ibu Kota sekaligus pusat perekonomian bangsa Indonesia dengan populasi penduduk yang padat dan masyarakat yang sangat beragam dan datang dari berbagai pulau yang ada di bumi seribu pulau ini.

Animo untuk berkunjung ke kota ini cukup besar, entah mereka yang datang sekedar liburan layaknya dia yang singgah namun tak sungguh, ada pula yang datang menimbah ilmu karena ratusan lembaga pendidikan ada disini, bahkan tak sedikit yang datang untuk melanjutkan kehidupan sebagai seorang perantau yang berjuang demi sesuap nasi dan sekeping perak, mereka yang datang dengan motifasi  ingin menguji nasib. Huft, layaknya kesetian yang perlu diuji ketulusannya, maka sekuat dan semampu apa seorang perantaupun diuji di kota yang besar ini (hahaha sepertinya aku sedang mencoba mengutkan diri sendiri yang memberanikan diri untuk menlanjutkan hidup di kota ini).

Kerasnya hidup di Jakarta terkadang membuatku berfikir bahwa Kembali Pulang adalah pilihan terbaik untuk meninggalkan kota yang yah... kalau bisa dibilang si kejam, tapi bukankah itu merupakan mental seorang pengecut? Tidak ada pilihan lain selain Tetap Bertahan. Sulit memang ia, namun bukankah dengan bertahan kamu akan menemukan buah dari proses yang dilalui?

Aku sampai detik ini masih sangat yakin dengan pepatah usang yang berbunyi “Tidak ada hasil yang mengkhianati proses.” Rasanya bertahan dan berjuang sebisa mungkin adalah pilihan untuk tetap kuat menjalani proses di kota ini. Sulit, sakit, tersiksa, bahkan menderita seolah menjadi teman berjalan dalam menjelajahi dunianya proses. Tak jarang sepi pun selalu hadir menemani, layaknya ada namun tiada begitulah sepi. Namun, bukankah hidup butuh sepi agar kita mampu mendengar lebih jelas apa kata hati? Bukankah hidup butuh sepi untuk tahu siapa yang sebenarnya selalu hadir dan menemani? Bukankah hidup butuh sepi untuk mengerti jika Dia sang pemilik hidup selalu ada di sisi?

Roda kehidupan terus berputar, biar bagaimanapun kehidupan terus berjalan. Kedepannya bisa saja semakin sulit, atau bahkan semakin mudah (untuk yang ini aku aminkan amin yang paling serius!). Pilihan paling tepat saat ini adalah berserah pada Yang Kuasa, mengandalkan kekuatan sendiri rasanya tak mungkin karena pada dasarnya kau dan aku hanyalah manusia lemah yang tak berdaya tanpa Dia yang adalah sang pencipta.

Tidak bisa dipungkiri, ketakutan kadang mengambil ahli seisi benak. ketakutan terbesar itu ialah takut gagal dan takut tidak berhasil sehingga terkadang muncul pertanyaan yang terbesik, apakah keputusan yang kamu ambil untuk menjadi pejuang di tanah perantauan ini sudalah benar? Hahahhahaha rasanya berat untuk menjawab pertanyaan ini karena perjuangan belum usai dan di depan sana masih tertutup kabut tebal. Namun dengan berani aku pastikan keputusanku tepat, karena walapun di depan sana masih ditutupi kabut tebal namun terlihat sebercak cahaya yang adalah penentu arah.

Ampunilah hambaMu ya Allah, karena sempat ragu dengan perlindunganMu bagiku dan bagi kami para pejuang perantauan. Memang benar manusia mudah lupa. Lupa bahwa kami punya Allah yang luar biasa, yang tidak pernah ingkar janji dan selalu ada bagi kami dalam segala situasi. Kini dan di sini, aku siap untuk berproses agar mampu berhasil, sehingga bukan tentang siapa aku tapi tentang siapa Tuhanku yang memampukanku untuk tetap berproses bersama Engkau ya Bapaku ya Allahku. Karena di kota yang kejam ini aku banyak mengalami Engkau sehinga dengan percaya aku siap melangkah lebih jauh kedepannya.

Jakarta, 11 Oktober 2022 – 18:00 WIT

Komentar

Postingan Populer