INA PUHUM DAN UPU LAHATALAH, PELINDUNG DAN PENGENDALI SEMESTA: REFLEKSI PENGALAMAN KEDUA KALI KE HUAULU

sumber foto: Dokumentasi pribadi
Lokasi: Huaulu, Seram Utara Barat, Maluku Tengah

Disclaimer: Tulisan ini hanya berupa pengalaman dan cerita basa-basi yang diusahakan ditulis secara sederhana dan sebisa mungkin mencoba ngikut gaya ke-awam-awaman manusia urban yang semoga kalau dibaca sama sodara-sodara di Huaulu juga bisa dipahami. Ini bukan konsumsi para akademisi, tapi silahkan jika tuan dan puan cendikiawan ingin membaca dan mengomentari tulisan ini. Hihihihi

Tumbuh dan berkembang dalam keluarga Kristen yang sangat Kristen, membuat beta menanggalkan pikiran yang mengarah pada budaya, tradisi, dan adat. Bagaimana tidak? setidaknya setiap seminggu sekali beta dibina dalam proses pembinaan keluarga Kristen dari masih dalam kandungan sampe sudah umur 20-an ini. Papa itu orang Kristen yang Kristen banget. wkwkwk. Kristennya bisa dibayangkan kalau tidak ke gereja, pasti akan diomelin sampe panas telinga dan harus pergi tidak boleh tidak; jangan coba-coba takut setan apalagi percaya pada hal-hal yang berkaitan dengan mitos dan ritual adat, ohh No. Itu mengundang khotbah di atas bukit terjadi sepanjang satu sampe tiga jam-an per hari; bahkan kalau apa-apa yang salah, kek sakit atau gagal, pasti akan dikaitkan dengan ketidaktaatan, tidak berdoa, dll. Masih banyak hal serupa, intinya yah KRISTEN BANGETlah. Jadi Kekristenan sudah mendara daging sampe ke molekul terkecil dalam darah ini. Wkwkwk. Pastinya, Yesus Kristus adalah jalan dan pedoman untuk hidup dengan baik dan bahagia. Walau dalam penderitaan. Jujurly, beta bangga jadi Kristen, agama kedua terbesar populasinya di Indonesia kann yah? hahaha. Sepanjang beta hidup sampe sekarang, beta percaya pahit dan manis hidup ini karena beta orang Kristen, jadi tunduk-tunduk saja pada ajaran Kristen yang diajarkan Papa. Karena itu, keinginan untuk mengenal ritual dan adat di negeri ini hampir tidak pernah ada. Pemahaman yang beta rasa ini juga jadi pemahaman semua pengikut agama-agama dunia termasuk ale yang sementara baca tulisan ini kan? hahaha.

Tahun 2021 itu awal mula beta mulai belajar banyak hal di luar Kristen, karena beta masuk CRCS (Center for Religious ad Cross-culture Studies) UGM untuk kejar gelar Magister. Hahaha. Tapi, beta tetap bangga jadi orang Kristen. Beta sama sekali tidak akan meninggalkan Kristen. Beta tipikal orang yang setia, baik kepada Tuhan dan orang yang ada di sekitar beta. Jadi tenang saja, beta tetap Kristen kogh. hahaha. Ngomong-ngomong sejak masuk CRCS, beta mulai tercerahkan dengan dekolonialisasi agama. Terima kasih untuk salah satu dosen kece yang bikin beta menghargai Kristen (dengan cara mengkritik kolonialisasi yang dilakukan pada masa penjajahan di Indonesia) tapi terlebih agama-agama Leluhur, warisan adat yang selama ini beta hiraukan sama skali, karena Kekristenan Barat hasil penjajahan ini menjadi bagian paling penting sebagai pedoman hidup beta dan keluarga. Setelah 1 tahun lebih belajar, beta mulai bikin tesis, masih menyangkut Kristen. Wkwkwk, sebenarnya lebih politikal dan sosiological sihh. oin pentingnya bukan di tesisnya beta, tapi dinamika pertemanan yang beta jalin dengan teman-teman CRCS. Beta termasuk bangga dengan teman-teman diskusi yang slalu bicara soal agama-agama Leluhur. Dua diantara, beta pinjam nama kalian yekah Alfian dan Vikry. Hahaha. Mereka berdua nulis tesis yang bikin beta jadi tertarik untuk melihat masyarakat Adat. Vikry bicara soal masyarakat adat di Maluku, Huaulu. Sedangkan Alfian bicara soal masyarakat adat di Makasar, Cindako.

Skip 2 tahun belajar. Beta lulus CRCS tahun 2023. Namun, relasi pertemanan masih tetap terjalin yah wehh. wkwkwk. Di pertengahan tahun 2024, beta, Vikry, dan Alfian ke Huaulu untuk misi SEKAM, Anak Muda Mengajar. That was my first experience visiting Huaulu. To be honest, Asik weeh, beta mulai rasa punya keluarga baru; beta punya gaya hidup baru yang lebih indigenous, cielah; beta punya perspektif baru yang lebih inklusif (menerima) keberadaan masyarakat adat. Parah sih,  beta punya perspektif kekristenan yang sangat arogan mulai tergerus digantikan dengan nilai-nilai kekristenan yang saling mengasihi sesama manusia seperti mengasihi diri sendiri. Beta mulai tertampar, dan sadar bahwa ada manusia lain yang memang tidak percaya Yesus sama kayak beta tapi punya hidup yang lebih baik dari orang-orang yang percaya Yesus. Setelah kegiatan anak muda mengajar selesai, beta berharap sih akan balik lagi. Sampai akhirnya di pertengahan s.d. akhir tahun 2024, beta kecebur dalam circle baru yang cukup berambisi pada isu masyraakat adat, ketidakadilan, dan isu-isu sosial yang sangat praktikal. Circle ini terdiri atas beberapa orang, yang beta juga seng percaya bisa gabung. Syukur tak henti sih bisa diundang masuk excidently. Rencanya, awal tahun 2025, kita (circle tadi plus Alfian) ikut dalam misi ke Huaulu, tapi karena Alfian sedang mengejar hal yang lebih tinggi. Akhirnya beta, Vikry, tambah Ka Hanry dan Ka Taya lanjutkan misi ke Huaulu, di awal tahun 2025. Go to Huaulu untuk penelitian lanjutan. This is my second time visiting Huaulu untuk misi yang berbeda dari sebelumnya. Persiapan dilakukan, dengan pertimbangan banyak aspek, termasuk kalau nanti ada badai yang terjadi di perjalanan. Apalagi musim di waktu-waktu ini sangat tidak menentu. 

Sebelum berangkat, sudah pasti Vikry kordinasi dengan mama piara, bapa piara, ade-ade piara, dan orang-orang di Huaulu. Jadinya, kita berangkat sampe dengan selamat tanpa kurang suatu apapun di tanggal 6 Januari 2025. Yang paling beta herankan adalah, persiapan untuk hujan, badai, dan lainnya sudah kita pikirkan. Tapi sampai pulang, jaket hujan tidak kami gunakan. Mengapa? yahh karena cuaca dan alam semesta sangat mendukung. Beda dari kali pertama ke Huaulu pakai mobil, kali ini kita pakai motor. 12 jam perjalanan ke Huaulu, trip ini terbilang melelahkan cuy. Ketika kami pergi, harusnya hujan tuh turun deres yakh, karena langit Pulau Seram mendung. Tapi, sejak turun dari Ferry, dan perjalanan sampe di Huaulu, hujan tak turun-turun (hanya rintik yang masih okey kalau jalan). Keesokan siangnya, baru deh hujan turun dengan lebatnya, setelah itu, cerah lagi. Apa karena musim saat ini memang tidak menentu? yes bener. Yang lebih menyakinkan adalah doa bapa Piara kepada Ina Puhum dan Ama Lahatala untuk menjaga perjalanan anak-anak piaranya sampe di Hauulu dengan selamat. yeayhh. Ina Puhum itu Ibu Bumi dan Ama Lahatala itu bapa langit, kedua istilah ini beda dengan konsep Tuhan dalam ajaran-ajaran agama dunia yah. Kedua konsep ini dikenal sebagai kosmologi orang Huaulu menurut Vikry dan Valeri Valerio, para peneliti di Huaulu. hihihihi

Selama kurang lebih hampir seminggu di Huaulu, saya ketiban datang bulan. Huhuhu. Di Huaulu, khusus bagi perempuan yang mengalami Haid, dilarang keras bercibaku dan atau berkegiatan di area suci, yakni bagian tengah perkampungan. PAMALI. Harusnya ke Liliposu, rumah kecil yang dibangun oleh perempuan sebagai rumah bagi perempuan ketika datang bulan. Karena Liliposunya rusak dan belum diperbaiki, yowes, tinggallah saya di dalam rumah keluarga yang menerima kami sebagai anak piara, sampe haid beres. Sama kek perempuan lain, nyeri haid tidak terhindarkan, ketidaknyamanan alat vital dan naik turun hormon pasti terjadilah yah. Tapi thank God, I am okay. Saya baik-baik saja. Penyesuaian mood naturaly terkontrol dengan baik. Tidak mudah marah-marah, dan tidak mengeluh berlebihan. Bisa dibilang, kepribadian during the menstruation period sama kayak hari biasa atau normal-normal saja. Entah apa yang membuat saya demikian, tapi emang terjadi begitu saja. Sayangnya, saya tidak bisa ke mana-mana yakh. Pas tiga hari bulan menghampiri, the bledding was stop. Langsung bisa jalan keliling kampung, cari data dan ke hutan, cari duren (kebetulan banget lagi musim durian di Huaulu. hahaha).

Beberapa hari di sana, ketemu dengan cerita-cerita yang menguras emosi. Bayangkan bahwa rasa yang tumbuh ketika tinggal di sana adalah rasa kekeluargaan yang kuat lebih kuat dari rasa keluarga persepupuan kandung. Wkwkwk. Padahal tak ada ikatan darah sama sekali dengan mereka secara dekat. Apa latar belakangnya? Ajaran kemanusian yang tinggi. Beta dapat rasa percaya paling tinggi dari keluarga piara; beta dapat rasa menghormati dan rasa saling menyemangati sebagai manusia, di Haulu. Apa mungkin karena dinamika hidup di Huaulu memang senyaman itu? hihihi. Beta dianggap sebagai bagian dari keluarga dari keluarga piara, baik sebagai anak dan sebagai kakak di sana. Di hari ketiga, beta dan kawan-kawan temukan masalah dengan petuanan di Huaulu, yang memungkinkan mereka (masyarakat Huaulu, termasuk bapa piara) harus berupaya untuk memenangkan sidang. Beta menangis ketika liat bapa Piara merasa kecewa dengan keputusan-keputusan yang terjadi. Kenapa bisa menangis? beta juga seng tahu, tapi beta rasa, beta sudah punya ikatan emosi dengan mereka bukan sebagai anak piara saja tapi juga sebagai manusia yang turut merasa mencintai mereka. Persoalannya cukup kompleks. Sampe sini, beta bisa gambarkan bahwa kedua kali kembali ke Huaulu menumbuhkan rasa kekeluargaan yang lebih tinggi dari pada kesekian kali berkunjung ke rumah keluarga dekat. 

Cerita masih terus berlanjut sampai waktu pulang, kami akan balik arah ke Ambon. Sebelum pulang, kami minta tete Siwa sebagai Latunusa atau Raja Tanah di Huaulu untuk berbicara kepada Ina Puhum dan Upu Lahatalah agar menjaga perjalanan kami. You know what? sewaktu pulang, cuaca terang benderang, tapi diikuti mendung. Sewaktu sampai di beberapa desa, konteksnya menunjukan baru selesai hujan. Waktu kami belum sampai di situ, hujan lebat ternyata. Tapi waktu kami menyusuri jalan itu, hujan reda, nanti pas kami sudah lewat, hujan turun lagi. Terbukti, waktu sampai di atas kapal, nampak dan disadari atau tidak sama yang lain, tapi yang ku lihat, hujan mengikuti jalan yang kami telusuri. Kenapa? Yess, benar. Lagi-lagi karena cuaca dan iklim tidak menentu. Wuhhh, tapi sebenarnya yang paling mungkin adalah karena doa yang disampaikan Latunusa, tete Siwa adalah doa untuk keselamatan dan kelancaran perjalanan kami kepada Ina Puhum dan Upu Lahatalah. 

Sampai di rumah, beta terus dihantui pikiran bahwa Tuhan Yesus menghendaki beta hidup sebagai orang Kristen yang taat bukan? menjadi orang Kristen harus menjadi orang baik bukan? kalau menjadi orang baik, harus mengasihi sesama bukan? Konsep mengasihi sesama yang sebenarnya ini gimana? Sebenarnya, menjadi orang baik yang mengasihi sesama tidak nampak dalam perilaku orang Kristen yang rajin ke gereja, baca Alkitab, dll. Tapi mengasihi sesama (manusia dan alam semesta) adalah perbuatan baik yang sangat besar. Beta sih percaya beyond the Christianity we believe of love each other is another level to be a person. Humanity is not about you love the same human being but also when you love the other creature in this world including nature. Ina Puhum dan Upu Lahatalah adalah Bumi dan Langit, bukan Tuhan yang transenden (tidak terlihat). Mereka adalah literally bumi dan langit yang kita pandang, kita jejaki, dan kita nikmati produk dan prosesnya untuk kebutuhan hidup sebagai manusia yang hanya bagian paling kecil tapi sok banget di dunia ini. Kita dianggap sebagai bagian dari mereka (Bumi dan Langit) lalu apakah kita tidak menganggap mereka sebagai bagian dari kita? Hihihihi gimana bos, ada tanggapan? silah yakh.


Sekian refleksi ini. Masih banyak kisah yang saya lewatkan dengan foto dan banyak video yang tidak terlampir. Nanti dilampirkan kalau sudah sempat yah. Hahahaha


taken by: Kk Taya Terbaik :)


Komentar

  1. Mantap eee, bagi beta juga deng melihat sesuatu yang transenden sebagai bagian dari alam semesta, pada akhirnya merubah mindset, dengan melihat alam bukan sebagai objek tapi sebagai subjek yang berbicara, good skali kk dosenšŸ”„

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer