Semuanya Semut Semu Semula
Sulaman pikiran tidak selicin lumut di atas setapak yang dihujani 100hari tanpa henti.
Sejak malam pertama entah kapan itu, KiTa ngobrol soal-soal rumit.
Saatnya menjawab, tapi jawabannya tidak pernah menjawab.
Suara jangkrik dan serigala malam hari tidak bisa mengalahkan suara di kepala.
Selalu jalan-jalan mengitari kota yang kecil di alam sadar dan bawah sadar.
Siapa mereka? untuk apa ada di sana?
Sepertinya, jawaban yang diinginkan tidak pernah kolot, tapi juga tidak pernah canggih.
Sari-sari daun teh masih berjejakan di bawah gelas.
Sampai puas minum teh pun, rasanya tidak ada jawaban yang pas.
Siapa yang pernah mengalami ini?
Sejak senja ke senja,
Suara di kepala tidak pernah berhenti memprovokasi dan mempersuasi.
Selalu saja ada pembahasan, entah tentang hari kemaren, ini, dan yang akan datang.
"Suram sekali masa-masamu" katanya.
"Sukar sekali warna-warni yang kau pilih untuk lukisan hidupmu" katanya.
Sudahlah, masih ada jutaan perkataan dari rasanya ada jutaan orang di kepala.
Sekeras apapun usahanya,
Seluas apapun imajinasi yang ia tawarkan,
Suruhlah dirimu menjelajah hingga dasar tertinggi dari sebuah kepastian.
Sumpah Allah ketika kau dilahirkan adalah "kau akan bertumbuh manjadi perkasa"
Sungguh, kau akan bersinar menjadi orang paling berharga.
Semua yang datang dalam bentuk kenyataan, akan menjual kesengsaraan.
Samsara dialami semua orang. Entah percaya atau tidak.
Sehingga, di penguhujung puisi ini, ku pesankan:
Setujuilah roda Samsara entah tidak atau diajak untuk menjejaki kamu dan kehidupan.
Siapa yang pernah mengalami ini, ingatlah untuk tetap hidup dengan segala konsekuensinya.
Selama apapun kau bertahan, bertahanlah hingga jantungmu minta ampun pada waktu dan menolak udara untuk mengelola darah.
Selvone,
25 November 2025
Saat pagi hari, pukul 7:15, ketika berpikir seperti apa menyelesaikan nilai-nilai, artikel-artikel, jurnal-jurnal, natal-natal, nail art, dan suara-suara (:


Komentar
Posting Komentar